Kamis, 16 Juni 2011

Suhu (materi fisika kelas 7)

1. Pengertian tentang Suhu
Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat umumnya untuk mengukur suhu cenderung menggunakan indera peraba, tetapi dengan adanya perkembangan teknologi, maka diciptakanlah termometer sebagai alat pengukur suhu yang akurat (valid). Pada abad 17 terdapat 30 jenis skala suhu yang membuat para ilmuan kebingungan untuk menentukan alat ukur suhu mana yang dapat digunakan secara universal dan diakui secara ilmiah. Hal ini memberikan inspirasi pada Anders Celcius (1701 - 1744) sehingga pada tahun 1742 dia memperkenalkan skala yang digunakan sebagai pedoman pengukuran suhu. Skala ini diberi nama sesuai dengan namanya yaitu Skala Celcius.
Apabila benda didinginkan secara terus-menerus maka suhunya akan semakin dingin dan partikelnya akan berhenti bergerak, kondisi ini disebut kondisi nol mutlak. Pada fenomena ini, skala Celcius tidak bisa menjawab permasalahan ini maka Lord Kelvin (1842 - 1907) menawarkan skala baru yang diberi nama Kelvin. Skala Kelvin dimulai dari 273 K ketika air membeku dan 373 K ketika air mendidih. Sehingga nol mutlak sama dengan 0 K atau -273°C.
Secara umum suhu didefinisikan sebagai besaran yang menyatakan derajat panas dingin suatu benda dan alat yang digunakan untuk mengukur suhu adalah thermometer.

2. Pengukuran Suhu dan Thermometer.
Suhu diukur menggunakan termometer yang didasarkan pada bermacam jenis skala suhu. Seluruh dunia (kecuali Amerika Serikat) menggunakan skala Celsius untuk kebanyakan penggunaan pengukuran suhu. Dalam bidang ilmu pengetahuan, seluruh dunia mengukur suhu dalam kelvin pada skala suhu (mutlak) termodinamik dan juga dalam Celsius. Hanya di Amerika Serikat dan Jamaika saja, orang kebanyakan menggunakan skala Fahrenheit untuk tujuan-tujuan pengukuran suhu biasa (industri, prakiraan cuaca, dan kerajaan). Dan dalam bidang-bidang teknologi khususnya, di Amerika Serikat, skala Rankine digunakan terutamanya dalam disiplin-disiplin yang berkaitan dengan termodinamik seperti system pembakaran dan lain-lain.
Skala Celsius adalah suatu skala suhu yang didesain supaya titik beku air berada pada 0 derajat dan titik didih pada 100 derajat di tekanan atmosferik standar. Skala ini mendapat namanya dari ahli astronomi Anders Celsius (1701–1744), yang pertama kali mengusulkannya pada tahun 1742.
Karena ada seratus tahapan antara kedua titik referensi ini, istilah asli untuk sistem ini adalah centigrade (100 bagian) atau centesimal. Pada 1948 nama sistem ini diganti secara resmi menjadi Celsius oleh Konferensi Umum tentang Berat dan Ukuran ke-9 (CR 64), sebagai bentuk penghargaan bagi Celsius dan untuk mencegah kerancuan yang timbul akibat konflik penggunaan awalan centi- (di Indonesia senti-) seperti yang digunakan satuan ukur SI. Meski angka-angka untuk saat beku dan mendidih untuk air tetap lumayan tepat, definisi aslinya tidak cocok digunakan sebagai standar formal: ia bergantung pada definisi tekanan atmosferik standar yang sendiri bergantung kepada definisi suhu. Definisi resmi Celsius saat ini menyatakan bahwa 0,01 °C berada pada triple point air dan satu derajat adalah 1/273,16 dari perbedaan suhu antara triple point air dan nol absolut. Definisi ini memastikan bahwa satu derajat Celsius merepresentasikan perbedaan suhu yang sama dengan satu Kelvin
Anders Celsius awalnya mengusulkan titik beku berada pada 100 derajat dan titik didih pada 0 derajat.
Suhu sebesar −40 derajat mempunyai nilai yang sama untuk Celsius dan Fahrenheit. Selain itu, sebuah cara untuk mengkonversi Celsius ke Fahrenheit adalah dengan menambah 40, dikalikan dengan 1,8, dan kemudian dikurangi 40. Sebaliknya, untuk mengkonversi dari Fahrenheit ke Celsius kita menambah 40, kemudian dibagikan 1,8 dan akhirnya dikurangi 40.
3. Beberapa Jenis Thermometer ;
Pembuatan termometer pertama kali dipelopori oleh Galileo Galilei (1564 – 1642) pada tahun 1595. Alat tersebut disebut dengan termoskop yang berupa labu kosong yang dilengkapi pipa panjang dengan ujung pipa terbuka. Mula-mula dipanaskan sehingga udara dalam labu mengembang. Ujung pipa yang terbuka kemudian dicelupkan kedalam cairan berwarna. Ketika udara dalam tabu menyusut, zat cair masuk kedalam pipa tetapi tidak sampai labu. Beginilah cara kerja termoskop. Untuk suhu yang berbeda, tinggi kolom zat cair di dalam pipa juga berbeda. Tinggi kolom ini digunakan untuk menentukan suhu. Prinsip kerja termometer buatan Galileo berdasarkan pada perubahan volume gas dalam labu. Tetapi dimasa ini termometer yang sering digunakan terbuat dari bahan cair misalnya raksa dan alkhohol. Prinsip yang digunakan adalah pemuaian zat cair ketika terjadi peningkatan suhu benda.
Raksa digunakan sebagai pengisi termometer karena raksa mempunyai keunggulan :
1. raksa penghantar panas yang baik
2. pemuaiannya teratur
3. titik didihnya tinggi
4. warnanya mengkilap
5. tidak membasahi dinding
Sedangkan keunggulan alkhohol adalah :
1. titik bekunya rendah
2. harganya murah
3. pemuaiannya 6 kali lebih besar dari pada raksa sehingga pengukuran mudah diamati
4. Macam-macam Termometer
a. Termometer Laboratorium
Termometer ini menggunakan cairan raksa atau alkhohol. Jika cairan bertambah panas maka raksa atau alkhohol akan memuai sehingga skala nya bertambah. Agar termometer sensitif terhadap suhu maka ukuran pipa harus dibuat kecil (pipa kapiler) dan agar peka terhadap perubahan suhu maka dinding termometer (reservoir) dibuat setipis mungkin dan bila memungkinkan dibuat dari bahan yang konduktor.
b. Termometer Klinis
Termometer ini khusus digunakan untuk mendiaknosa penyakit dan bisanya diisi dengan raksa atau alkhohol. Termometer ini mempunyai lekukan sempit diatas wadahnya yang berfungsi untuk menjaga supaya suhu yang ditunjukkan setelah pengukuran tidak berubah setelah termometer diangkat dari badan pasien. Skala pada termometer ini antara 35°C sampai 42°C.
c. Termometer Ruangan
Termometer ini berfungsi untuk mengukur suhu pada sebuah ruangan. Pada dasarnya termometer ini sama dengan termometer yang lain hanya saja skalanya yang berbeda. Skala termometer ini antara -50°C sampai 50°C
d. Termometer Digital
Karena perkembangan teknologi maka diciptakanlah termometer digital yang prinsip kerjanya sama dengan termometer yang lainnya yaitu pemuaian. Pada termometer digital menggunakan logam sebagai sensor suhunya yang kemudian memuai dan pemuaiannya ini diterjemahkan oleh rangkaian elektronik dan ditampilkan dalam bentuk angka yang langsung bisa dibaca.
e. Termokopel
Merupakan termometer yang menggunakan bahan bimetal sebagai alat pokoknya. Ketika terkena panas maka bimetal akan bengkok ke arah yang koefesiennya lebih kecil. Pemuaian ini kemudian dihubungkan dengan jarum dan menunjukkan angka tertentu. Angka yang ditunjukkan jarum ini menunjukkan suhu benda
5. Beberapa Satuan Suhu
a. Kelvin
b. Celcius
c. Fahrenheit
d. Rankine
e. Delisle
f. Newton
g. Réaumur
h. Rømer

6. Skala Pengukuran Suhu yang biasa Digunakan
Secara umum pengukuran derajat suhu biasa menggunakan skala Celcius, Fahrenheit, Reamur dan Kelvin yang jumlah skala dan perbandingannya dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut ;
Skala = C : R : (F – 32) : (K – 273) = 5 : 4 : 9 : 5
Berdasarkan pada skala di atas, maka hubungan dan perhitungan antar skala suhu thermometer tersebut dapat dicontohkan dalam soal di bawah ini.
Contoh :
Nyatakan suhu 40 ºC dalam suhu Reamur (R), Fahrenheit (F) dan Kelvin !
Penyelesaian :

4/5 X 40 º C = 32 º R
9/5 X 40 º C + 32 º = 104 º F
5/5 X 40 º C + 273 º = 313 º K

Belajar menjadi ibu

Seorang bijak berkata : “Ibu adalah sebuah sekolah, yang apabila engkau persiapkan dia, berarti engkau telah mempersiapkan suatu bangsa dengan dasar yang baik”. Seorang ibu tentulah ia adalah seorang wanita yang memiliki ciri, sifat, dan keistimewaan tersendiri. Wajarlah bila rasulullah menyebutkan ibu dengan penegasan tiga kali baru kemudian ayah. Pun dalam Al Qur’an, Allah sangat memuliakan wanita dengan surat An Nisa. Bangsa yang besar dan beradab sangat bergantung kepada peranan wanitanya.
Proses menjadi ibu tentulah tidak semudah teori dalam buku maupun semudah membalikkan telapak tangan. Dibutuhkan proses pembelajaran sepanjang hayat. Juga tidak pula didapatkan dari bangku sekolah dan bangku kuliah. Proses ini hanya didapatkan melalui bangku kehidupan seorang wanita, dimulai dari menjadi seorang anak perempuan yang meniru prototype ibunya. Pengalaman menjadi anak inilah yang mendasari bagaimana wanita tersebut mempunyai bekal menjadi seorang ibu. Proses kemudian berlanjut menjadi remaja wanita lalu wanita dewasa yang harus memilih pasangan hidupnya kelak sampai ia menikah. Proses ini tak langsung berhenti begitu saja setelah wanita menikah. Justru langkah kedua dalam babak pembelajaran menjadi seorang ibu dimulai. Ketika menikah dan kemudian hamil, ada janin dalam rahimnya yang butuh pendidikan darinya, yang membutuhkan sentuhan kasih sayangnya, yang rindu akan sapaan hangat dari sang calon ibu selama sembilan bulan dalam alam yang serba gelap. Hanya ibu yang dia butuhkan, dari makanan fisik sampai makanan ruhnya. Ibulah supplier utama bagi janin hingga saatnya menjadi seorang bayi. Proses terus berlanjut hingga pembelajaran sesungguhnya telah dimulai dan hanya mautlah yang mengakhiri proses pembelajaran menjadi ibu.
Belajar dari banyak kisah tentang ibu yang diabadikan dalam Sejarah Al Qur’an maupun Hadits. Dari Kisah ibunda Hawa sampai kisah Asiah istri Fir’aun yang dicatat oleh Allah sebagai kisah ibu teladan. Ada pula kisah istri nabi Nuh dan Nabi Luth yang dicatat oleh Allah swt sebagai kisah istri dan ibu yang tidak bertanggung jawab. Sebagai contoh, belajar kesabaran dari kisah ibunda Maryam, ibu dari Nabi Isa AS. Dengan contoh-contoh teladan dalam Al-Qur'an dari kehidupan Maryam (as), Allah swt telah memberikan kita sebuah pesan penting. Maryam (as) diuji di dunia ini dengan kejadian yang menakjubkan. Dalam lingkungan yang sangat sulit yang menuntut banyak kesabaran, dia bertahan terhadap tuduhan yang gencar dituduhkan kepada dia. Sebagai hasil dari semua ini, Allah telah menjadikan Nabi Isa (as) berbicara sementara ia masih dalam buaian dan membebaskan ibunya dari semua tuduhan terhadap dirinya. Belajar tawakkal dari Yukabid, ibunda Nabi Musa (as), dengan keyakinan dan kepasrahan yang tinggi kepada Allah swt, beliau ikhlaskan bayi Musa dalam keranjangnya untuk dihanyutkan oleh tangannya sendiri di Sungai Nil dan pastinya diiringi dengan doa serta airmatanya. Belajar keikhlasan dan kegigihan dari Siti Hajar, Ibunda Nabi Ismail (as). Setelah Nabi Ibrahim (as) berkata kepadanya "Bertawakkallah kepada Allah yang telah menentukan kehendak-Nya, percayalah kepada kekuasaan-Nya dan rahmat-Nya. Dialah yang memerintah aku membawa kamu ke sini dan Dialah yang akan melindungi mu dan menyertaimu di tempat yang sunyi ini. Sesungguh kalau bukan perintah dan wahyunya, tidak sesekali aku tega meninggalkan kamu di sini seorang diri bersama puteraku yang sangat ku cintai ini. Percayalah wahai Hajar bahwa Allah Yang Maha Kuasa tidak akan melantarkan kamu berdua tanpa perlindungan-Nya. Rahmat dan barakah-Nya akan tetap turun di atas kamu untuk selamanya, insya-Allah."
Ikhlaslah SIti Hajar bersama bayi mungilnya, walaupun hanya dibekali serantang bekal makanan dan minuman sedangkan keadaan sekitarnya tiada tumbuh-tumbuhan, tiada air mengalir, yang terlihat hanyalah batu dan pasir kering. Kegigihan ibunda Ismail (as) ini untuk mencari setetes air untuk bayinya dari Shofa ke Marwah sekitar 7 x 2 x 150 meter atau sekitar 2,1 kilometer pun tak dihiraukannya.
Di balik kesuksesan tokoh besar selalu ada perjuangan seorang ibu yang menghantarkannya menjadi tokoh besar. Belajar impian dari ibunda Imam Ahmad Rahimahullah, Shafiyyah binti Maimunah binti ‘Abdul Malik asy-Syaibaniy, yang memiliki proyek besar yang dapat ia persembahkan untu ummat ini. Sedari kecil, ibunya sangat memperhatikan dirinya. Setiap hari, sebelum subuh, ibunda selalu mengantarkannya ke masjid untuk shalat Subuh dan ikut dalam majelis-majelis ilmu dan dzikir. Saat itu usia Imam Ahmad baru berusia empat tahun, usia yang sangat muda untuk ukuran anak zaman ini. Belajar kedisiplinan dan keridhan dari ibunda Imam Syafi’i Rahimahullah, Fatimah binti Ubaidillah r.a, dalam kondisi telah ditinggal wafat suaminya, Idris ra dan diliputi kemiskinan tak meyurutkan langkahnya untuk menghasilkan SDM unggul. Meskipun demikian, dengan kecerdasan dan kasih sayangnya, ia mengasuh dengan tangannya sendiri setelah Syafi’i kecil lahir. Pada usia dua tahun, Syafi'i kecil diboyong sang bunda ke Mekah agar tinggal bersama Bani Muthalib yang senasab dengan Rasulullah saw.Mengapa Imam Syafi’i dapat menghafal Al Qur’an dalam usia tujuh tahun. Jawabannya ternyata ibunya selalu mengurung Imam Syafi’i di suatu kamar hingga Imam Syafi’i bisa bertambah hapalannya meskipun hanya satu ayat. la senantiasa mendorong putranya untuk mencintai ilmu. Berkat semangat yang ditularkan dari ibundanya, Syafi'i dapat menghafal Al-Qur'an pada usia tujuh tahun. Tiga tahun berikutnya, ia sudah hafal kitab Al-Muwaththa' karya Imam Malik r.a. "la ibarat matahari bagi bumi dan kesehatan bagi badan. Adakah yang mampu menyaingi keduanya?" Demikianlah tutur Imam Ahmad bin Hanbal r.a. tentang ketajaman dan keluasan ilmu Imam Syafi'i r.a. Di saat usia 14 tahun, usia yang tergolong masih muda, Syafi’i mengutarakan hasratnya kepada ibunya untuk merantau mencari ilmu. Sang bunda merasa berat, namun akhirnya diizinkanlah syafi’i mencari ilmu. Sebelum melepaskan Syafi'i berangkat, maka ibundanya mendo'akannya :
"Ya Allah Tuhan yang menguasai seluruh Alam ! Anakku ini akan meninggalkan aku untuk berjalan jauh, menuju keredhaanMu. Aku rela melepaskannya untuk menuntut Ilmu Pengetahuan peninggalan Pesuruhmu. Oleh karena itu aku bermohon kepadaMu ya Allah permudahkanlah urusannya. Peliharakanlah keselamatanNya, panjangkanlah umurnya agar aku dapat melihat sepulangnya nanti dengan dada yang penuh dengan Ilmu Pengetahuan yang berguna, amin!"
Selesainya berdo'a ibundanya memeluk Syafi'i kecil dengan penuh kasih sayang dan dengan linangan air mata karena sedih untuk berpisah. Sambil berkata: "Pergilah anakku Allah bersamamu! Insya-Allah engkau akan menjadi bintang Ilmu yang paling gemerlapan dikemudian hari. Pergilah sekarang karena ibu telah ridha melepaskanmu. Ingatlah bahwa Allah itulah sebaik-baik tempat untuk memohon perlindungan ! Selepas ibunya mendo'akan Syafi'i, maka Syafi'i mencium tangan ibunya dan mengucapkan selamat tinggal kepada ibunya. Sambil meninggalkan ibunda yang sangat dikasihinya dengan hati yang pilu Syafi'i melambaikan tangan mengucapkan salam selamat tinggal, dan mengharapkan ibundanya senantiasa mendo'akannya untuk kesejahteraan dan keberhasilannya dalam menuntut Ilmu Pengetahuan yang berguna.
Belajar kyoiku mama dari para ibu di Jepang, kebijakan ryosai kentro (istri yang baik dan ibu yang arif), yang menetapkan posisi perempuan selaku manajer urusan rumah tangga dan perawat anak-anak bangsa. Sejak dulu, filosofi ini merupakan bagian dari mindset Jepang dan menjadi kunci pendidikan dari generasi ke generasi. Pada paruh kedua abad XX, peran kerumahtanggaan perempuan Jepang kian dimantapkan selaku kyoiku mama atau education mama. Dengan kesadaran para ibu Jepang sendiri. Mereka menilai diri sendiri dan, karena itu, dinilai oleh masyarakat berdasar keberhasilan anak-anaknya, baik sebagai warga, pemimpin, maupun pekerja. Banyak perempuan Jepang menganggap anak sebagai ikigai mereka, rasionale esensial dari hidup mereka. Setelah menempuh sekolah menengah, kebanyakan perempuan Jepang melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Kalaupun ada ibu yang mencari nafkah, biasanya bekerja part time agar bisa berada di rumah saat anak-anak pulang sekolah. Tidak hanya untuk memberi makan, tetapi lebih-lebih membantu mereka menyelesaikan dan menguasai PR dan atau menemani mengikuti pelajaran privat demi penyempurnaan pendidikannya. Kisah Naoko Yamazaki, serang astrounot wanita Jepang yang juga seorang ibu rumah tangga, membangkitkan kesadaran tentang semakin meningkatnya peranan perempuan dalam kehidupan masyarakat. Kaum perempuan, pada ujungnya, memiliki kesetaraan derajat dengan kaum pria. Kalau melihat pada kehidupan ekonomi, kaum perempuan di Jepang memang bukan kaum yang terpinggirkan. Hak sosial, politik, maupun kesehatan (biasanya dilihat dari angka kematian ibu yang melahirkan), semuanya sama, bahkan lebih baik dari kaum pria. Namun dalam peranan mereka di pekerjaan dan perusahaan, nilai-nilai tradisional kerap masih dipegang oleh banyak keluarga. “Okikunatara okasan ni naritai”- kalau besar ingin menjadi ibu- inilah jawaban anak-anak Jepang seperti itu, rasanya tidak dimiliki oleh anak-anak perempuan di Indonesia.
Belajar dari Ibu kita Kartini, dari isi surat beliau :
“Kami di sini meminta, ya memohonkan, meminta dengan sangatnya supaya diusahakan pengajaran dan pendidikan anak-anak perempuan, bukanlah sekali-kali karena kami hendak menjadikan anak-anak perempuan itu saingan orang laki-laki dalam perjuangan hidup ini, melainkan karena kami, oleh sebab sangat yakin akan besar pengaruh yang mungkin datang dari kaum perempuan-hendak menjadikan perempuan itu lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan oleh Alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu-pendidik manusia yang pertama-tama.(4 Oktober 1902 Kepada Tn Anton dan Nyonya. Habis Gelap Terbitlah Terang terjemahan Armijn Pane. PN Balai Pustaka 1985)
Padahal beliau kala itu tidak menuntut kesetaraan dengan laki-laki dalam segala bidang, beliau hanya memintakesetaraan hak dalam memperoleh pendidikan, sehingga bisa menjalankan fungsinya, kewajibannya sebagai pendidik anak-anaknya dengan lebih optimal.
Belajar dari contoh ibu teladan di atas, sudah selayaknyalah dibutuhkan perhatian yang serius terhadap kulaitas para ibu. Dibutuhkan pendidikan dari kaum lelaki untuk mencerdaskan para ibu. Dibutuhkan suami yang mendidik istrinya. Dibutuhkan kesungguhan para ibu untuk menjadi ibu sejati. Dibutuhkan bapak dan ibu yang mendidik anak perempuannya untuk siap menjadi ibu. Dibutuhkan keseriusan pemerintah untuk mendirikan sekolah ibu. Dibutuhkan keseriusan semua pihak untuk menjadikan Indonesia ini sebagai bangsa besar yang bermoral, sejahtera, dan manjadi teladan bagi bangsa lain. Wallohu a’lam bishowab.

I'jazul Qur'an Tentang Fisika

I’JAAZUL QUR’AN TENTANG FISIKA (Bagian ke-1)
Oleh Eni Raeni

Subhanallah…hanya itulah yang dapat kita ucapkan ketika kita mengetahui betapa dahsyatnya Al Qur’an menggambarkan ilmu-Nya. Al Qur'an adalah firman Allah yang di dalamnya terkandung banyak sekali sisi keajaiban yang membuktikan fakta ini. Salah satunya adalah fakta bahwa sejumlah kebenaran ilmiah yang hanya mampu kita ungkap dengan teknologi abad ke-20 ternyata telah dinyatakan Al Qur'an sekitar 1400 tahun lalu. Tetapi, Al Qur'an tentu saja bukanlah kitab ilmu pengetahuan. Namun, dalam sejumlah ayatnya terdapat banyak fakta ilmiah yang dinyatakan secara sangat akurat dan benar yang baru dapat ditemukan dengan teknologi abad ke-20. Fakta-fakta ini belum dapat diketahui di masa Al Qur'an diwahyukan, dan ini semakin membuktikan bahwa Al Qur'an adalah firman Allah. Beberapa I’jaazul qur’an tentang fisika tersebut antara lain :
1. Relativitas waktu
Relativitas waktu adalah fakta yang terbukti secara ilmiah. Hal ini telah diungkapkan melalui teori relativitas waktu Einstein di tahun-tahun awal abad ke-20. Sebelumnya, manusia belumlah mengetahui bahwa waktu adalah sebuah konsep yang relatif, dan waktu dapat berubah tergantung keadaannya. Ilmuwan besar, Albert Einstein, secara terbuka membuktikan fakta ini dengan teori relativitas. Ia menjelaskan bahwa waktu ditentukan oleh massa dan kecepatan. Dalam sejarah manusia, tak seorang pun mampu mengungkapkan fakta ini dengan jelas sebelumnya. Tapi ada perkecualian; Al Qur'an telah berisi informasi tentang waktu yang bersifat relatif! Sejumlah ayat yang mengulas hal ini, yang artinya:
"Dan mereka meminta kepadamu agar azab itu disegerakan, padahal Allah sekali-kali tidak akan menyalahi janji-Nya. Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu menurut perhitunganmu." (Al Qur'an, 22:47)
"Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu." (Al Qur'an, 32:5)
"Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun." (Al Qur'an, 70:4)
Dalam sejumlah ayat disebutkan bahwa manusia merasakan waktu secara berbeda, dan bahwa terkadang manusia dapat merasakan waktu sangat singkat sebagai sesuatu yang lama:
"Allah bertanya: 'Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?' Mereka menjawab: 'Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.' Allah berfirman: 'Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui'." (Al Qur'an, 23:122-114)
Fakta bahwa relativitas waktu disebutkan dengan sangat jelas dalam Al Qur'an, yang mulai diturunkan pada tahun 610 M, adalah bukti lain bahwa Al Qur'an adalah Kitab Suci.

2. Cahaya
Salah satu nama surat dalam al Qur’an adalah an Nuur yang berarti “cahaya”. Cahaya bukan merupakan fenomena aneh dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi yang sudah mempelajari IPA dari sejak SD, telah mengerti sifat-sifat cahaya ini. Lalu al Qur’an memuat surat “cahaya”, apa sih keistimewaannya? Dalam Qur’an surat an Nuur : 35 disebutkan, yang artinya:
“Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.
Ternyata disebutkan bahwa cahaya berlapis-lapis/bertingkat. Dalam fisika telah dimaklumi bahwa cahaya putih dari sinar matahari jika dilewatkan pada sebuah prisma akan terurai menjadi warna-warni seperti pelangi. Warna-warni ini menunjukkan spektrum cahaya sekaligus tingkat energinya. Semakin ke arah warna merah, energinya semakin tinggi. Jika cahaya memasuki air laut, maka uraian warna tadi (pelangi) tersebut akan hilang satu persatu sesuai tingkatannya. Pada kedalaman tertentu, warna merah tidak bisa menembus lagi, sementara warna lainnya masih terus masuk ke dalam air. Begitu seterusnya sampai warna terakhir yang masuk ke kedalaman tertentu secara berurutan ke warna violet.
Fenomena ini cukup jelas bagi kita bahwa cahaya memiliki tingkatan seperti disebutkan dalam al Qur’an. Makna tersembunyi lainnya adalah bahwa pernyataan al Qur’an (an Nuur : 40) tentang adanya lapisan di dalam lautan tidak pula dipungkiri.
“ Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih-bertindih, apabila dia mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat melihatnya, (dan) barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitpun”.
Karakter lainnya dari cahaya adalah memiliki massa diam, m 0 = 0. Ini berarti bahwa cahaya tidak memiliki energi jika dalam keadaan diam. Energi cahaya dapat dinyatakan dengan perkalian frekuensinya dengan konstanta Planck (h), jadi E = hf dengan f = frekuensi cahaya. Dengan kata lain, cahaya tidak pernah diam kapanpun. Sifat cahaya ini tidak lain adalah sifat Allah Swt, yaitu Nur ‘alan Nuur.
Dalam ayat lain (ar Rahmaan: 29), Allah senantiasa dalam keadaan menciptakan, menghidupkan, mematikan, memelihara, memberi rezki dan lain-lain.
“ … Setiap waktu Dia dalam kesibukan”.
Allah tidak pernah tidur, Dia selalu sibuk, bergerak, berinovasi, menciptakan baik benda langit dan makhluk hidup di bumi selalu mengalami perubahan karena kehendak Allah. Sifat cahaya yang tidak pernah diam ini merupakan sifat Allah. Jika cahaya diam, berarti tidak memiliki energi, tidak memiliki kreativitas (daya cipta), tidak memiliki inovasi. Ini bertentangan dengan sifat Allah yang Maha Pencipta.
Hasil penelitian Astro-Fisika terbaru menunjukan bahwa di langit selalu tercipta bintang-bintang baru dalam bentuk Asap, asap-asap ini membentuk jaringan materi antar galaksi, menggumpal, membentuk bintang-bintang baru, seterusnya sampai wujud bintang yang kita lihat setiap malam. Surat Fushshilat : 11 menjelaskan:
“ Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa.” Keduanya menjawab: “Kami datang dengan suka hati.”
Ayat di atas menunjukkan bahwa kepatuhan langit ini diimplementasikan dalam bentuk taat azas berupa tetapnya Hukum-Hukum Alam di Jagad Raya ini. Sedikit saja terjadi pergeseran/melenceng dari Hukum Alam yang ada, dapat dibayangkan benda-benda langit akan keluar dari garis edarnya. Begitu pula, sedikit saja frekuensi cahaya tampak digeser ke arah tinggi atau rendah, maka hal-hal yang indah dalam penglihatan kita, bisa terhapus selamanya. Manusia hanya bisa melihat pada frekuensi cahaya tampak, di luar rentang frekuensi ini, cahaya tidak dapat dilihat. Frekuensi diluar rentang cahaya tampak adalah sinar X, sinar gamaa, infra merah, gelombang radio, dan lainnya. Kesemuanya, termasuk cahaya merupakan gelombang elektromagnetik (GEM). Meskipun tidak terlihat, cahaya/sinar-sinar (GEM) ini semua bermanfaat bagi manusia, seperti penggunaan Rontgen dalam kedokteran, komunikasi radio dan lainnya.
Demikianlah Allah SWT menjelaskan dalam ayat-ayat-Nya tentang fisika agar kita yang telah mempelajari ilmu-Nya tersebut semakin menambah keimanan kita kepada-Nya. Wallahu a’lam bish showab.
Sumber:
1. Harun Yaya
2. Mukjizat Al Qur’an, Prof. Dr. Quraisy Syihab
3. BIBEL, QUR-AN, dan Sains Modern
Dr. Maurice Bucaille
Judul Asli: La Bible Le Coran Et La Science
Alih bahasa: Prof. Dr. H.M. Rasyidi
Penerbit Bulan Bintang, 1979
Kramat Kwitang I/8 Jakarta

Ibnu Sina#Khazanah